Surabaya - PT Angkasa Pura I mendadak ramai ketika
Pesawat AirAsia QZ8501 mengalami lost contact pada Minggu (28/12/2014) lalu.
Perusahaan plat merah ini dengan cepat mendirikan posko Crisis Center.
Ruangan Serba Guna di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda pun disulap
sedemikian rupa untuk menampung keluarga penumpang pesawat maskapai asal
Malaysia itu. Direktur Utama PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo menyebutkan
peristiwa AirAsia ini adalah unusual condition.
"Kami memang mempunyai program pelatihan Unusual Condition Excercise untuk
menghadapi situasi yang tidak terduga. Jadi kami sudah siap dari segala
kemungkinan," kata Tommy di Crisis Center, Rabu (31/12/2014).
Musibah AirAsia QZ8501 yang hilang dan telah ditemukan di selatan Selat
Karimata merupakan ujian pertama Angkasa Pura I. "Kami harus bergerak
cepat, karena dunia pasti melihat Indonesia saat itu," kata Tommy.
Meski diakui Tommy, tanggung jawab terhadap penumpang dan keluarganya seharusnya
tanggungjawab sepenuhnya pihak maskapai yang bersangkutan. "Tapi ini
musibah, negara harus hadir dengan cepat. Kami Angkasa Pura harus provide
karena kami yang paling siap secara infrastruktur. Bagaimanapun juga harus ada
yang memimpin dan bertindak dengan cepat," ujarnya.
Apalagi ini menyangkut harkat martabat bangsa. "Pertama yang terpikir dari
kami adalah penumpang dan keluarganya. Mereka harus kita layani dengan
baik," kata Tommy.
Selanjutnya, Tommy harus mempertimbangkan kenyamanan keluarga penumpang yang
pastinya diliputi kecemasan. Makanan hingga layanan psikolog langsung
disiapkan. Ruangan yang masih gres pun dibagi-bagi sesuai kebutuhan.
Keluarga yang memprotes keterbatasan jumlah unit televisi pun
direspon dengan cukup cepat. Hanya selang dua jam, 8 unit televisi baru
didatangkan dan dipasang di dalam ruangan khusus keluarga.
"Termasuk fasilitas untuk live video conference yang diminta keluarga
dengan Basarnas Pusat, kita siapkan dengan kerjasama Telkom," terang dia.
Hari ketiga, Tommy juga menyiapkan ruangan yang diperuntukan kantor maskapai
sebagai ruang istirahat keluarga dan dokter Polda Jatim serta relawan psikolog.
"Semua kita siapkan, apapun yang diminta selama bisa kita sediakan maka
akan penuhi. Ini semata-mata karena kita mempertimbangkan kepentingan
keluarga," katanya.
Secara teknis, kata Tommy, semua infrastruktur dan manajemen penangangan
situasi krisis bisa dihadapi karena pihaknya secara periodik melakukan simulasi
dan latihan. "Namun yang bagi kita susah adalah menghadapi keluarga.
Karena di latihan atau simulasi menghadapi keluarga yang sesungguhnya itu tidak
pernah terasakan. Ini yang membuat kita was-was," kata Tommy.
Kepentingan media di posko itu pun tak luput dari perhatian Angkasa Pura I.
Ratusan wartawan dari dalam dan luar negeri tentunya memerlukan fasilitas dan
sumber listrik.
Dinding gendung baru itu pun terpaksa dibor untuk lubang kabel listrik.
Wartawan pun bisa menikmati aliran listrik untuk memudahkan tugas-tugas
jurnalistiknya. "Tempat jumpa pers meski sederhana juga kita siapkan,
konsumsi seperti makan, kopi maupun mie instan kita sediakan," katanya.
Angkasa Pura I memang harus siap, termasuk mengenai anggaran saat
situasi krisis seperti saat insiden AirAsia ini. "Anggaran kita ada
alokasinya, tapi memang ada beberapa nantinya yang harus kita mintakan ganti ke
maskapai yang bersangkutan," ungkapnya.
Kini tepat di malam pergantian tahun 2015, posko crisis center yang dibidani
Angkasa Pura I pun sudah pensiun seiring sudah ditemukan serpihan pesawat dan
beberapa jenazah penumpang. Posko pun diboyong ke RS Bhayangkara di Mapolda
Jawa Timur yang dijadikan pusat identifikasi jenazah.
"Posko sudah pindah ke RS Bhayangkara," katanya.
Dengan berakhirnya posko di wilayahnya, Tommy mengucapkan terima kasih kepada
awak media yang membantu menginformasikan proses pencarian hingga ditemukannya
AirAsia di laut. Meski begitu, Tommy tidak bisa menyembunyikan rahasia yang
sempat membuatnya galau.
Tommy bersama kru PT Angkasa Pura I serta Basarnas Surabaya sempat diliputi kecemasan.
Puncaknya pada Selasa (30/12/2014) sore atau saat Basarnas pusat mengumumkan
secara resmi penemuan AirAsia di perairan Pangkalan Bun.
"Kami sebenarnya sudah diberitahu penemuan itu sekitar 45 menit sebelum
pengumuman penemuan pesawat QZ8501," ungkap Tommy.
Rapat koordinasi digelar mendadak di bagian belakang ruang Crisis Center. Semua
pihak sepakat harus siap menghadapi beragam reaksi keluarga penumpang yang
bakal terjadi bila menyaksikan pengumuman resmi melalui siaran langsung
televisi swasta.
"Kami sudah memprediksi reaksi keluarga. Histeris dan shock itulah yang
harus kita hadapi. Kita tidak pernah menghadapi jumlah keluarga yang banyak
seperti itu," kata dia.
Secara diam-diam, Tommy memerintahkan anak buahnya menyiagakan 10 kendaraan
ambulans beserta tim kesehatan. "Tapi ambulans itu kita sembunyikan
tempatnya, kalau kita jejer di depan bisa tahu sendiri seperti apa reaksi
keluarga. Kita berusaha memahami emosi keluarga," kata Tommy.