JAJARAN PT Angkasa Pura (AP) I (Persero) dipimpin Tommy
Soetomo menggelar penghijauan dan pembuatan biopori di kawasan Bandara
Sultan Hasanuddin Makassar, baru-baru ini. Gerakan ini merayakan hari
lingkungan hidup sedunia sekaligus mencanangkan konsepÂ
eco-airport di bandara yang dikelola AP I.
Â
Berikut wawancaraÂ
Okezone dengan Tommy Soetomo. Presiden Direktur AP I itu baru saja menanam bibit pohon mahoni dan membuat lubang biopori.
Â
Okezone:
Bagaimana dengan rencana perluasan Bandara Sultan Hasanuddin?
Â
Tommy Soetomo:
Bandara Hasanuddin ini didesain mungkin delapan tahun lalu itu hanya
untuk 7,5 juta penumpang. Sekarang penumpangnya sudah 10 juta.
Â
Yang kedua, dari zaman dulu yang namanya Makassar itu kota hebat, kota
perdagangan. Orang ke Indonesia timur lewat Makassar. Jadi, sebagai hub
bagi Indonesia timur kita ingin memperbesar bandara ini. Target kita mau
mendesain sampai menampung 50 juta penumpang. Tapi tahap pertama nanti
mungkin untuk 25 juta penumpang dulu. Kita ingin desain yang tahan
sampai 30 tahun ke depan.
Â
Sekarang, kapasitas 7,5 juta penumpang. Realitasnya sudah 10 juta
penumpang. Jadi pada jam-jam sibuk, Anda terpaksa mengantre ke toilet,
bagasi, dan sebagainya.
Â
Okezone:
Rencana menambah kapasitas 25 juta penumpang itu kapan dimulai?
Â
Tommy Soetomo:
Itu pasti harus selesai studinya dulu. Jadi, studinya diharapkan dalam
beberapa bulan ke depan selesai. Saya harus presentasi ke Gubernur
Sulawesi Selatan, kemudian akan ada penetapan lokasi, pembebasan tanah.
Mudah-mudahan tahun depan sudah kita mulai bangun. Tahap pertama
memperluas bangunan terminal dulu.
Â
Okezone:
Dari 13 bandara di AP I, Bandara Hasanuddin berada di urutan ke berapa dari segi kualitas?
Â
Tommy Soetomo:
Masih kalah dibanding misalnya Surabaya. Kalau Surabaya itu sudah
terbaik se-Asia Tenggara untuk bandara dengan penumpang di bawah 20
juta. Jadi, untuk kelas penumpang yang di bawah 20 juta, Bandara Juanda
terbaik se-Asia Tenggara.
Â
Okezone:
Apa masalahnya di Bandara Makassar?
Â
Tommy Soetomo:
Sebab Bandara Hasanuddin desainnya lama. Masih ada masalah. Kalau orang bersepakat, “Yuk kita jadikanÂ
cityâ€, maka kawasan ini akan hebat.
Â
Contoh lain, saya membangun terminal internasional dan domestik di Bandara Ngurah Rai Bali dan membangun jalan tol. Kita orangÂ
airport, tapi
kita punya saham di jalan tol yang di atas laut di Bali, di situ 10
persen kita punya saham. Dengan dua proyek ini total dananya sekira Rp6
triliun. Itu menggerakkan roda ekonomi luar biasa. Di sana, Kabupaten
Badung itu pertumbuhan ekonominya tertinggi di Indonesia.
Â
Kita ingin dampak pembangunan itu kalau orang digusur sedikit, maka mengalah saja
deh.
Tapi imbasnya terhadap kabupaten itu jadi dahsyat. Orang-orang tenaga
kerja bisa terserap, mulai dari yang kasih makan tukang saja, warung
misalnya, itu luar biasa. Waduh, laris-manis. Kos-kosan naik jadi Rp500
ribu di Bali. Ya, maksudnya dampak pembangunan akibat perluasan bandara
dan jalan tol itu luar biasa.
Â
Kita lihat beberapa waktu lalu Menteri Koordinator Perekonomian dan beberapa menteri lain mencanangkan proyekÂ
underpass Bandara Hasanuddin itu merupakan cita-cita untuk 50-100 tahun ke depan. Jadi, semua orang harus berkorban.
Â
Okezone:
Sekarang area di radius Bandara Hasanuddin dalamÂ
masterplan kota juga ada banyak pemukiman. Bagaimana kalau bandara mau diperluas?
Â
Tommy Soetomo:
Maka, harus ada desain. Jangan membangun tanpa desain, tanpa konsep, itu
yang tidak boleh. Sehingga sekarang contohnya Bandara Soekarno-Hatta.
Dulu, satu-satunya jalan tol itu utuh hanya untuk bandara. Tiba-tiba
sekarang sudah tidak lagi.
Â
Okezone:
Harapan Bapak terhadap proyekÂ
underpass di Bandara Hasanuddin?
Â
Tommy Soetomo:
Mudah-mudahan itu salah satuÂ
debottle-necking. Istilahnya, salah satu faktor yang memerlancar jalan ke bandara. Tapi jalan akses bandaranya
kan kecil juga? Dulu besar, sekarang kecil. Itu mungkin perencanaannya kurang, sehingga kiri-kanannya sudah tidak bisa diperlebar.
Â
Okezone:
Di AP I sudah ada empat bandara yang melaksanakanÂ
silent-airport. Ke depan, rencananya berapa dari 13 bandara?
Â
Tommy Soetomo:
Kalau bisa semua, kecuali yang di Biak itu karena penumpangnya masih sedikit, jadi tidak usahÂ
silent-airport.
Â
Okezone:
Kalau secara nasional, AP I menggandeng lembaga apa untuk melakukan assesment terhadap konsep berstandarÂ
eco-airport?
Â
Tommy Soetomo:
Kita misalnya untukÂ
building (bangunan) bekerja sama dengan
Green Building Indonesia. Jadi, ada standarnya. Misalnya, emisi. Kita
akan memberikan insentif maupun disinsentif kepada
airlines. Misalnya, kalauÂ
airlines memakai pesawat (Boeing) 737-200 akan didenda. Karena suaranya bising sekali dan boros bahan bakar. Sekarang tidak adaÂ
airlines yang pakai itu.
Â
Okezone:
Kenapa pembuatan lubang biopori dipandang penting di bandara?
Â
Tommy Soetomo:
Pertama, bandara itu
kan salah satu penyumbang panas. Yang diÂ
runway itu
kan
lapangan terbuka tidak boleh ada satu pohon pun. Maka di sekitarnya
harus hijau dan harus kuat penyerapan airnya. Sebab, banyak kualitas air
di bandara itu tidak bagus, misalnya di Balikpapan karena dekat pantai.
Jadi, biopori itu supaya serapannya bagus
kan?